Ditulis oleh Yoyok

Inilah cara pemerintah Vietnam membangkitkan elan (semangat menyala-nyala) enterpreneur rakyat.
Pada saatnya, pedagang gurem itu akan menjadi pedagang besar.
Abun Sanda, Kompas 3 September 2012

Pada awal bulan ini (2-7 Desember 2013), pak Yoyok (suami bu Yuni) berkunjung ke salah satu negara anggota ASEAN, yaitu Vietnam. Sebetulnya sejak minggu lalu, penulis sudah bermaksud untuk menulis sebagian perjalanan pak Yoyok tersebut sebagai bahan artikel. Alhamdulilah, walaupun agak telat, artikelnya jadi juga.

Kota yang pak Yoyok kunjungi adalah kota Hanoi, ibu kota Vietnam. Kota Hanoi bersih, taman-tamannya terawat. Suhu udara di Hanoi sejuk. Di Vietnam kendaraan berjalan di sebelah kanan. Menurut pak Yoyok lalu lintas di Hanoi belum separah Jakarta. Tetapi ketika rush hour, jalanan di Hanoi lumayan macet juga.


Lalu-lintas di Hanoi

Toko pakaian

 

Pada malam hari, sambil cari makan malam pak Yoyok jalan-jalan. Sepertinya Hanoi adalah kota yang aman, pak Yoyok bilang bahwa dia merasa aman. Dia tidak merasa khawatir tentang keamanan. Di tengah kota, ada pos-pos keamanan yang ditunggui oleh petugas keamanan. Dia jalan-jalan di sekitar danau di tengah kota Hanoi. Ada banyak danau di kota Hanoi.

Pada malam tersebut, ada banyak orang duduk-duduk di sekitar danau, ada kelompok ibu-ibu yang melakukan senam aerobik. Setidaknya ada dua kelompok senam saat itu. Beberapa keluarga jalan-jalan membawa anak-anaknya yang masih kecil. Ada juga kelompok musik yang memainkan alat musik tradisional dan menyanyi lagu-lagu Vietnam. Kelompok musik tersebut berpentas di pinggir jalan, masih di dekat danau. Jadi musik yang terdengar kadang-kadang bercampur dengan suara klakson mobil/motor.


Keluarga bermain di taman

Anak-anak muda berlatih Breakdance di taman

 

Tidak lupa, pak Yoyok juga berkunjung ke toko mainan yang ada di kota Hanoi. Dia membeli beberapa mainan edukatif dari kayu di toko mainan tersebut. 


Sebuah toko mainan edukatif di Hanoi. Di toko ini
juga dijual alat-alat pratikum sekolah

Pak Yoyok di depan sebuah toko buku yang juga
menjual mainan

 

Pak Yoyok juga berkunjung ke musium etnologi Vietnam. Di musium tersebut, diceritakan suku-suku yang ada di Vietnam, dan masing-masing budayanya. Kalau di Indonesia adalah Taman Mini Indonesia Indah. Ternyata di Vietnam juga ada suku dengan sistem garis ibu (Matrilineal) seperti suku Minang di Indonesia. Karena istrinya adalah orang Minang, maka pak Yoyok mengambil foto tentang kehidupan suku tersebut.


Musium Etnologi Vietnam

Salah satu pesan pada musium tersebut;
Everyone is different. Respect diversity.
Masing-masing orang berbeda. Hormati Perbedaan.

Rumah panjang Ede


Rumah panjang ini menceritakan kehidupan
masyarakat dengan sistem ibu (matrilineal) di suku
Ede Kpa Vietnam. Jika anak perempuan menikah,
maka oleh keluarga akan dibuatkan kamar dan suami
ikut istri di rumah tsb. Makin banyak anak perempuan
yang menikah, maka rumah akan makin panjang.


Isi di dalam rumah panjang

 

Sudah tentu pak Yoyok juga menikmati masakan-masakan Vietnam.

Masakan Vietnam dikenal enak, sedap dan
segar. Pak Yoyok mencicipi beberapa
masakan Vietnam, antara lain Pho Bo, yaitu mi
yang dibuat dari beras dengan kaldu sapi dan
daging sapi.

Gambar di sebelah kiri adalah Pho Bo.

Dua gambar di bawah adalah juga
masakan-masakan Vietnam.

 

Kegiatan ekonomi kelihatan berkembang di kota Hanoi. Ada banyak negara dan perusahaan asing yang berinvestasi di Vietnam. Orang Vietnam dikenal sebagai pekerja keras dan tangguh.


Lotte sedang membangun gedung
di tengah kota Hanoi

Banner tentang seminar investasi di Vietnam
bagi perusahaan-perusahaan Jepang

 

Vietnam, Indonesia, dan negara-negara ASEAN lainnya, pada tahun 2015 akan bergabung menjadi satu masyarakat ekonomi, yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kita berpikir positif saja, pembentukan MEA tentunya didasari oleh niat baik pemerintah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di negara-negara ASEAN, termasuk (baca khususnya) Indonesia. Amin. Dengan bersatunya pasar ASEAN, tentu akan ada peluang baru. Karena pasar, otomatis akan menjadi lebih luas. Tetapi harus disadari, bahwa yang datang bukan hanya peluang menjadi lebih besar, tetapi juga persaingan yang menjadi lebih banyak dan lebih keras.

Pada akhir artikel ini, penulis sertakan kliping dari harian Kompas tanggal 3 September 2012, yang menceritakan tentang semangat dagang orang Vietnam.  Satu kalimat pada tulisan tersebut, penulis jadikan quote (kutipan) yang juga ada di awal artikel ini, yaitu, "Pada saatnya, pedagang gurem itu akan menjadi pedagang besar".

Membaca artikel di Kompas tersebut, kelihatannya pemerintah Vietnam mendukung iklim investasi dan para pedagang gurem untuk berusaha. Pemerintah Indonesia juga tentunya tidak mau kalah dong. Amin. Semoga pemerintah kita juga tidak mau kalah mendukung pedagang-pedagangnya ... Amin.

Tentang iklim usaha di Indonesia, ada dua cerita yang berkontradiksi. Yaitu:

1. Dulu (dulu banget, penulis juga sudah sampai lupa waktunya) di harian Kompas, ada wartawan bertanya ke pengrajin kompor di Jakarta, "Bagaimana pak, apakah pemerintah banyak membantu", jawab pengrajin tersebut, "Boro-boro bantu, gak ngerecokin saja sudah Alhamdulilah". Penulis rasa sudah cukup jelas, asal aparat tidak ngerecokin saja, pengrajin sudah bersyukur. Apalagi jika aparat mau bantu. Bersyukurnya tentu lipat-lipat.

2. Beberapa tahun yang lalu, di TV pada sebuah acara ekonomi (kalau tidak salah acara di Metro TV), seorang narasumber, yaitu peneliti senior dari LIPI (penulis lagi-lagi lupa namanya). Seingat penulis, dia memberikan empat usulan untuk meningkatkan gairah perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah "Pengusaha Indonesia harus mau berkompetisi". Dia mengatakan, bahwa pengusaha Indonesia terlalu manja pada pemerintah dan kurang siap berkompetisi. Sudah tentu, beliau memberikan alasan untuk usulan-usulannya tersebut. Saat itu, mendengar alasan dan argumen yang diberikan, penulis setuju dengan pendapat dan usulan beliau, termasuk bahwa pengusaha Indonesia terlalu dimanja dan kurang siap berkompetisi.

Mengulas berita di koran dan acara di TV, sepertinya kerja penulis ini, kok melulu hanya baca koran dan nonton TV ya. .... Ya, begitulah.
Melulu sih gak ya, tapi disempat-sempatkan jugalah dikit-dikit baca koran dan nonton TV, biar tidak ketinggalan berita.

Sebentar pembaca... dua cerita di atas sepertinya kontradiksi bukan? Yang pertama, pemerintah tidak mendukung, bahkan malah mungkin ngerecokin. Yang kedua, pemerintah sangat mendukung, bahkan mungkin sangat memanjakan. Hmm... yang bener yang mana nih... otak penulis tidak sampai nih. Silakan pembaca pikirkan dan rasakan sendiri. Bagi yang penasaran dengan referensi (sumber cerita) di atas, silakan dicek di harian ataupun stasiun TV disebut di atas.

Sebagai pedagang kecil, Omochatoys merasa sudah cukup jika bisa berusaha dan berdagang dengan tenang. Sama sekali, tidak ingin terlibat dalam politik praktis ataupun kampanye. Tetapi jika boleh, sebagai rakyat Omochatoys ingin punya pemimpin yang mau turun ke bawah untuk mengecek jajarannya bagaimana pengurusan TDP dan perijinan lainnya apakah membantu rakyat atau tidak? Apakah membimbing atau tidak? Apakah mempersulit atau tidak? Pemimpin yang sederhana, tegas, berani, tidak arogan dan mau turun ke bawah.  

Tapi anggaplah cerita-cerita tersebut adalah masa lalu, yang sudah tidak berguna lagi selain sebagai bahan cerita di artikel ini. Yang penting adalah bagaimana ke depan. Yaitu, pemerintah tidak mempersulit dunia usaha dan pengusaha siap berkompetisi.

Kita boleh gembira, karena katanya tahun depan (2014) pemerintah akan meluncurkan kebijakan yang namanya "Paket Kebijakan Kemudahan Berusaha". Paket tersebut akan diberlakukan di seluruh daerah di Tanah Air. Paket tersebut sudah diluncurkan oleh Wakil Presiden Boediono beberapa waktu yang lalu. Berita tersebut ada di SWA online. Mari kita lihat saja, bagaimana implementasinya.

Nah... pemerintah sudah meluncurkan Paket Kebijakan Kemudahan Berusaha (beritanya demikian). Bagaimana dengan kita sebagai pedagang? Ayo kita tingkatkan kompetensi agar siap berkompetisi. Mau bekerjasama, selalu bersyukur dan tidak sombong.

Masih ada waktu satu tahun lagi, untuk mempersiapkan diri menuju Perdagangan Bebas ASEAN. Satu tahun cepat banget lho, ini saja tahun 2013, tinggal berapa hari lagi, bisa dihitung dengan jari. Di harian Republika online, ada artikel tentang Kunci Sukses Menuju MEA 2015.

Disertai doa, semoga pedagang-pedagang gurem di Indonesia juga bersemangat untuk menjadi pedagang besar. Penulis bertanya kepada bu Yuni, "bu Yuni, apakah bu Yuni ingin menjadi pedagang besar?". Jawabannya, "Iya dong. Gimana sih ... kok masih nanya? Jadi atau tidak, itu lain persoalan. Yang penting niat, kemauan dan usaha dulu".

Tanpa melupakan bahwa akan selalu ada persaingan, mari kita berusaha lebih baik agar bisa menangkap peluang yang datang. Semoga, Indonesia, Vietnam dan negara-negara ASEAN lainnya bisa bersama menjadi lebih sejahtera. Amin.

REFERENSI:

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Vietnam
2. http://www.okefood.com/read/2013/08/14/299/849663/rahasia-kelezatan-masakan-vietnam
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Masakan_Vietnam

____ooo____